Gapura

Museum Bank Rakyat Indonesia (BRI)

Museum Bank Rakyat Indonesia (BRI)                                                                                                                                                         Merupakan satu-satunya museum perbankan yang ada di Indonesia yang terletak di pusat kota Purwokerto. Bank Rakyat Indonesia ini untuk pertama kalinya didirikan di Purwokerto oleh Raden Aria Wiratmadja dengan nama Hulp-En Spaarbank Der Inlandsche Bestuurs Amatenaren atau Bank Bantuan Priyayi Pribumi, pada tanggal 16 Desember 1895 yang kemudian dijadikan sebagai hari kelahiran BRI. Setelah mengalami beberapa penggantian nama yang antara lain Bank Koperasi, Tani dan Nelayan (BKTN) tahun 1960. Akhirnya pada tahun 1967 menjadi Bank Rakyat Indonesia. Museum Bank Rakyat Indonesia ini setiap harinya dibuka untuk umum kecuali hari Jum’at dan Sabtu ditutup untuk pemeliharaan dan kebersihan. Para pengunjung terutama rombongan dianjurkan untuk memberitahu terlebih dhulu mengenai waktu kunjungan dan pengunjung tanpa dipungut biaya retribusi.

Cowongan

Cowongan                                                                                                                                           Cowongan adalah bentuk ritual budaya pada jaman dahulu yang dilaksanakan dengan maksud mengundang hujan yang dilakukan masyarakat Banyumas terutama para petani yang mengalami kemarau panjang. Ritual Cowongan biasanya dilaksanakan pada akhir masa kapat (hitungan masa pada kalender jawa). Dalam pelaksanaannya Cowongan dilakukan pada hitungan ganjil misalnya 1 kali, 2 kali, 5 kali, dan 7 kali. Apabila sekali dilaksanakan Cowongan dalam 1 kali belum turun hujan maka akan dilaksakan dalam 3 kali dan seterusnya hingga tetrjadi hujan. Saat ini Cowongan selain sebagai prosesi ritual bagi masyarakat Banyumasan juga sering diselenggarakan sebagai seni pertunjukkan dan sebagai perlambangan hidup manusia dimana begitu sulit membedakan antara menusia dan iblis/setan.

Waduk Mrica Akan Dikeruk, Penambang Diarahkan Menambang di Waduk

waduk-mrica                                                                                                                                BANJARNEGARA – Sedimentasi Waduk Mrica memperpendek umur waduk. Sebab sedimentasi yang bertambah jutaan meter kubik setiap tahunnya mengurangi kemampuan waduk menampung air. Oleh karena itu, akan dilaksanakan revitalisasi untuk memulihkkan kondisi waduk. Sosialisasi mengenai hal ini akan dimulai Oktober dan November mendatang, sehingga kegiatan pengurasan sedimentasi waduk diharapkan bisa dimulai tahun 2017. Wabup Banjarnegara, Hadi Supeno mengatakan, ada dua opsi revitalisasi. Pertama dengan membuka pipa pembuangan sedimentasi. Kedua melibatkan pihak ketiga untuk mengangkat sedimentasi dari waduk. “Sudah dilakukan komunikasi dengan stake holder. Apakah sebaiknya dibuang langsung melalui lubang penggelontoran atau diangkat sedimennya,”jelasnya. Opsi pertama lebih cepat membuang sedimentasi. Namun akan merusak keanekaragaman hayati di bawah waduk. Dia tidak sependapat bila opsi pertama yang dipilih. Sedangkan opsi kedua membutuhkan rekanan dengan kemampuan yang benar-benar mumpuni. “2,6 juta meter kubik setahun dibagi 365 hari, bukan hal mudah. butuh infrastruktur yang besar,” kata dia. Namun mengangkat sedimentasi bisa mendatangkan nilai ekonomis, terutama sedimentasi berupa pasir dan batu yang sangat dibutuhkan untuk bahan bangunan. Menurut Hadi, opsi yang memungkinkan yakni dengan menggabungkan dua opsi. “Saya sarankan kombinasi.Sebab bisa mendatangkan nilai keekonomian dan masyarakat ikut menikmati,” tandasnya. Hal ini sekaligus bisa menjadi solusi penambang yang tidak berizin. “Mereka harus hidup. Caranya dengan digiring ke waduk. Pengambilan harus dimulai dari tubuh waduk. Kalau ini yang dilakukan hukum yang berlaku revatilasasi waduk. Bukan hukum pertambangan,”

Akhir Tahun Ini Pembangunan “New” Goa Jatijajar Selesai.

Pembangunan-Goa-Jatijajar-Capai-30-Persen                                                                                                                                      KEBUMEN – Pembangunan renovasi objek Wisata Goa Jatijajar kini sudah mencapai 30 persen. Ditargetkan renovasi yang dimulai Juli lalu, akan selesai pada Desembar mendatang. Ke depan, pintu masuk Goa Jatijajar dipindah melalui Goa Dempok. Pintu masuk yang digunakan saat ini justru akan dijadikan pintu keluar. Revitalisasi Goa Jatijajar yang bertujuan untuk meningkatkan minat pengunjung itu menggunakan dana APBD sebesar Rp 10 milyar. Adapun pembangunnnya meliputi pembuatan jalur baru yang berada di sebelah barat Goa Jatijajar. Pembangunan area parkir yang luas, pembanguan jalan di Goa Dempok dan lain sebagainya. Bakan kedepan wahana permainan anak-anak akan diperbanyak. “Jika sudah dipoles kemungkinan jumlah pengunjung akan meningkat. Sejak tahun 1975 renovasi bangunan di obyek wisata Goa Jatijajar nyaris tidak ada,” tutur Kepala UPT Obwis Goa Jatijajar, Darno di sela-sela memantau lokasi, Selasa (6/9). Pantauan Eskpres dilapangan, beberapa pekerja terlihat sibuk melaksankaan tugasnya, di depan area yang rencananya akan digunakan untuk pintu masuk terlihat beberapa alat berat. Jalan tembus yang digunakan untuk menghubungkan pintu masuk lama dan baru juga telah dibuat. “Nantinya sejak berada di parkiran pengunjung akan langsung melihat mulut goa,” papar Darno. Gua Jatijajar lanjutnya, merupakan sebuah goa yang terbentuk dari proses alamiah. Gua yang keseluruhannya terbentuk dari batuan kapur ini, memiliki panjang 250 meter. Ini jika diukur dari pintu masuk sampai keluar dengan lebar rata-rata 15 meter. Dalam sejarahnya, goa ini pertama ditemukan oleh salah seorang petani bernama Jaya menawi pada tahun 1802. Pada awalnya pintu gua tertutup oleh tanah, setelah tanah yang menutupi dibongkar dan dibuang, ditemukanlah pintu gua yang sekarang menjadi pintu masuk. Goa Jatijajar dibangun dan dikembangkan menjadi obyek wisata pada tahun 1975. Kala itu Kabupaten Kebumen berada dibawah kepemimpinan Bupati Supeno Suryodiprojo. Setelah Gua Jatijajar dibangun maka pengelolanya, dikelola oleh Pemda Kebumen.“Nantinya akan diberlakukan tiket elektronik (e-tiketing). Dengan adanya e-tiketing maka semua penjualan karcis akan terdokumentasi secara digital dalam sistem komputer,” ucapnya.

Belajar Sejarah di Museum Prof Dr R Soegarda Poerbakawatja Purbalingga

Pengunjung-Minim,-Jadi-Lahan-Parkir                                                                                                                                         PURBALINGGA – Meski sudah dioperasionalkan kembali sejak 2015 lalu, kunjungan wisatawan ke Museum Prof Dr R Soegarda Poerbakawatja masih belum maksimal. Pengunjung yang datang ke museum yang berada satu kompleks dengan Pendapa Dipokusumo, didominasi pelajar. “Kami bekerjasama dengan sekolah untuk meningkatkan kunjungan wisatawan ke museum. Saat hari biasa memang minim pengunjung, baru banyak saat libur sekolah. Sejak direvitalisasi dan dibuka kembali lumayan sudah sekitar 3 ribu pengunjung yang datang,” jelas Kepala Seksi Sejarah dan Benda Purbakala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemoda dan Olahraga Kabupaten Purbalingga Rien Anggraeni SPd Diakui, sosialisasi masih sebatas di internal Kabupaten Purbalingga belum sampai luar daerah. “Untuk itu kami membutuhkan bantuan untuk mensosialisasikan bahwa museum Prof Dr R Soegarda Poerbakawatja sudah dibuka lagi, setelah direvitalisasi menggunakan dana dari APBD Purbalingga dan APBD Provinsi Jawa Tengah,” katanya. Berbagai kegiatan sudah dilaksanakan untuk mengenalkan kembali museum yang sempat tidak operasional, karena transisi pengelolaan. Sebelumnya, museum menjadi satu dengan perpustakaan daerah. Namun setelah perpustakaan daerah pindah lokasi, museum tutup operasional. Dikatakan, untuk sementara pengunjung tidak dipungut retribusi. Sebab museum lebih mengarah ke pendidikan budaya dan sejarah bagi pelajar Purbalingga. Namun tidak menutup kemungkinan akan dikomersilkan, dan dijadikan sebagai salah satu destinasi wisata di Kabupaten Purbalingga. Sebelumnya hampir setahun museum mangkrak. Dia berharap dengan dioperasionalkannya museum, masyarakat Purbalingga bisa lebih mengenal sejarah Kabupaten Purbalingga terutama di bidang budaya. Berdasarkan pantauan Radarmas, museum yang dibangun untuk mengenang Prof Dr R Soegarda Poerbakawatja yakni warga Purbalingga yang telah mengabdikan dirinya dalam dunia pendidikan sejak tahun 1921, terlihat lengang jika hari biasa, termasuk kemarin (23/8). Tak ada aktivitas apapun. Hanya ada beberapa orang yang menjadikan kompleks museum sebagai tempat beristirahat. Museum juga telah beralih fungsi sebagai lahan parkir PNS di lingkungan Setda Purbalingga, serta masyarakat sekitar yang mengunjungi kompleks Pendapa Dipokusumo.

Canyoning Meluncur Beralas Lumut dan Bebatuan di Baturraden.

Canyon                                                                                                                                          CUACA siang itu di Baturraden Adventure Forest (BAF), Baturaden, amat cerah. Meski begitu, bagi para penggiat olahraga canyoning di BAF, cuaca secerah itu belum menjamin Baturraden akan “steril” dari hujan. Buktinya, sehari sebelumnya, kawasan tersebut diguyur hujan deras sehingga mereka tidak bisa turun ke sungai. “Di sini curah hujannya cukup tinggi. Siang panas, tapi sorenya hujan lebat seperti kemarin (Kamis, Red). Kalau hujan seperti itu, kami tak berani turun ke sungai,” ujar Jalom Noor, salah seorang penggiat canyoning yang siang itu memandu pengunjung BAF menjajal olahraga “berbahaya” tapi mengasyikkan tersebut. Jawa Pos ikut dalam rombongan itu. Canyoning berasal dari kata canyon yang berarti ngarai, dua tebing terjal yang mengapit aliran sungai. Olahraga itu biasa dilakukan di hulu sungai yang cenderung sempit dan di antara bebatuan cadas yang berkelok-kelok. Di situlah letak daya tarik olahraga rekreasi tersebut. Mirip dengan arung jeram, namun tidak memakai perahu karet. Pemain berseluncur dengan memanfaatkan lumut yang menempel di bebatuan di pinggir-pinggir sungai. Setelah mengenakan pakaian dan peralatan khusus, antara lain helm, pelampung, serta peralatan standar panjat tebing seperti harness dan carabiner, kami turun ke Sungai Pelus Kulon. Itulah titik awal rute canyoning hari itu. Sungai bening tersebut tampak dangkal dihiasi batu-batu besar di kanan-kiri. Meski dangkal, arusnya cukup deras. Begitu semua selesai, kami mulai meluncur. Awalnya masih biasa-biasa saja. Namun, kesenangan baru dimulai ketika di depan ada arus sungai yang cukup deras dan turun. Mirip air terjun kecil. “Ayo, siapa yang mau sliding (meluncur) pertama?” ujar Kukuh Sukmana Hasan Surya (25), kawan Jalom, memandu kami dari atas bebatuan. Air terjun kecil di depan kami memang tidak begitu menakutkan. Tapi, batu-batu besar yang menjadi alas sekaligus dinding seluncuran olahraga tersebut sempat membuat peserta canyoning waswas. Sebab, kalau tidak berhati-hati dan kompak, tubuh kami bisa terbentur ke kanan dan ke kiri. Memang, pelampung dan harness yang melekat di bawah tubuh kami membuat alas batu tidak begitu terasa keras. Sebab, lumut tebal menjadi pelicin saat meluncur. Dan, byur, teriakan kegirangan pun terdengar. Saat itulah mereka baru menemukan kedalaman air yang mencapai 2 meter. “Wah, airnya dingin sekali di sini. Seger banget,” ungkap Bagus Anugrah Brilliana, peserta dari Jakarta. Setelah merasakan sensasi pertama, rombongan kembali mencari lokasi-lokasi canyoning yang lebih mendebarkan lainnya. Kami harus keluar masuk air untuk menyusuri sungai. Tak jarang, keberanian kami diuji untuk sliding ke jurang sedalam 2,5 meter. Peserta tampak berhati-hati menerima tantangan itu. Sebab, salah-salah, tubuh dan kepala bisa terbentur batu di dasar dan samping sungai. Adrenalin kami betul-betul dipertaruhkan saat Kukuh menyuruh rombongan melompat dari tebing setinggi 6 meter ke sungai. Tantangan tersebut cukup membuat kaki kami gemetar. “Ayo, lompat! Nggak ada cara lain. Kalau lewat samping, takutnya malah jatuh. Kan licin,” tegasnya. Kami benar-benar tidak bisa berbuat banyak, kecuali menerima tantangan tersebut. Dengan tekad dan arahan instruktur, satu per satu kami melompat ke sungai yang ternyata cukup dalam. Memang, di situlah menantangnya wisata sungai di Baturraden tersebut. Setelah melewati spot itu, perjalanan kami relatif enak. Selain sliding-nya pendek, kami melintasinya dengan berenang. Jalom mengakui, rute yang baru kami selesaikan itu didesain bagi mereka yang tidak mempunyai pengalaman di kegiatan alam. Tebing setinggi 6 meter yang harus kami lalui tersebut bukan apa-apa jika dibandingkan dengan rute-rute lainnya. “Ada rute yang melewati curug 20. Disebut begitu karena tingginya 20 meter,” jelasnya. Pukul 16.00, rombongan akhirnya tiba di Kedung Nila, Desa Karangsalam. Tempat itu menjadi tempat finis canyoning. Kami menempuh rute 2–3 km tersebut dalam waktu 2,5 jam! “Sebenarnya yang membuat lama itu bukan susur sungainya, tapi karena harus menunggu orang-orang lompat dan acara foto-foto tadi,” celetuk Jalom. 

Selfie Deck Curug Gomblang Jadi Favorit

selfie deck surug gomblang                                                                                                                                BANYUMAS – Banyumas terkenal dengan julukan kota seribu curug. Hal itu dibuktikan dengan banyak wisata curug yang ada. Bahkan saat ini banyak wisata curug yang menjadi viral di media sosial. Seperti halnya Curug Gomblang yang terletak di Dusun Windusari, Kecamatan Kedungbanteng. Sejak dua bulan terakhir mulai menjadi buah bibir di dunia maya. Ratusan pengunjung setiap hari memadati tempat wisata di lahan milik Perhutani tersebut. Selain tempatnya yang sejuk dan airnya yang jernih, di lokasi Curug Gomblang tersebut juga terdapat wahana baru yang cukup fenomenal khususnya bagi pecinta foto, yakni wahana Selfie Deck. Merupakan tempat berfoto yang terbuat dari papan yang menghadap ke Curug Gomblang. Menurut salah satu petugas Curug Gomblang, Amin Sapto Purnomo, jumlah pengunjung saat weekend mencapai 500-700 orang. Harga tiket masuk sebesar Rp 7 ribu yang digunakan sebagai tiket masuk Rp 5 ribu dan tiket parkir Rp 2 ribu. “Di sini yang paling ramai dikunjungi adalah selfie deck. Mereka kebanyakan ingin berfoto di lokasi itu. Saking ramainya, bahkan kami juga sampai membuat nomer antrean bagi pengunjung yang ingin berfoto,” katanya. Kepala Administratur Perhutani Banyumas Timur, Wawan Triwibowo mengatakan, Curug Gomblang merupakan wisata rintisan yang baru dibuka sejak 1 Juli 2016 lalu. Wisata tersebut dikembangkan bersama antara Perhutani dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Desa Kalisalak dan Baseh. Tujuannya selain untuk mensinergikan antara masyarakat desa hutan dengan perum perhutani, juga untuk melakukan pemberdayaan bersama masyarakat. “Ini sebagai bukti bahwa sampai dengan tanggal 27 Agustus kemarin, selama dua bulan sudah ada pengunjung kurang lebih 21.797 pengunjung. Dan untuk khusus Bulan Juli, proporsi sharing yang di terima LMDH kemarin mencapai Rp 44 juta,” jelasnya. Dia menjelaskan, profit sharing yang dilakukan untuk pengelolaan Curug Gomblang tersebut, menggunakan proporsi 60% untuk masyarakat, dan 40% untuk perhutani. Selama dua bulan ini, lanjut dia, Curug Gomblang mampu menjadi sesuatu yang hit di dunia instagram maupun viral di media sosial lainnya. “Dan saya senang di dalam pengelolaan Curug Gomblang ini, sebagian besar masyarakat yang terlibat adalah masyarakat usia produktif. Pemuda yang tergabung dalam pokja wisata dari LMDH setempat. Saya ingin membuktikan bahwa pemuda-pemuda dapat berdaya guna dan memperoleh lapangan kerja di desanya sendiri,” ungkapnya. Salah satu pengunjung Curug Gomblang, Siti Sangadah mengaku sangat senang bisa berlibur ke wilayah Kecamatan Kedungbanteng ini. “Lokasinya alami, bersih. Jadi nggak mau pulang, pengin di sini aja,” kata dia. Namun demikian, perempuan cantik yang akrab disapa Adha itu berharap agar jalan menuju ke area curug tersebut bisa dilalui kendaraan sepeda motor lebih nyaman lagi. Sebab sejauh ini akses ke tempat wisata itu masih butuh perbaikan. “Sekarang kan jalannya masih tanah dilapisi bebatuan gitu. Bahaya juga kalau ada yang bannya bocor. Semoga bisa cepat dibuat jalan yang lebih enak lagi,” ujarnya.

Obyek Wisata Small World Purwokerto, Rekreasi Sekaligus Edukasi di Taman Miniatur Dunia.

Objek-wisata-baru-bertajuk-small-world-di-baturraden-diburu-pecandu-selfie-meski-dibuka-minggu-lalu-sudah-ratusan-pengunjung-datang-(2)                                                                                                                             PURWOKERTO – Satu lagi tempat yang asik untuk mengajak keluarga, saudara atau teman untuk berlibur di Baturraden. Small World Purwokerto. Terletak di Jalan Raya Ketenger, Baturraden, taman miniatur dunia ini cocok untuk berlibur sekaligus edukasi tentang bangunan-bangunan terkenal di dunia. Menurut General Affair Small World Purwokerto, Deni, ide dan gagasan pembangunan wisata edukasi itu dari owner, yakni Sri Banowati. Ide tersebut muncul sejak 15 tahun lalu, saat masih bekerja. Sehingga baru terlaksana sekarang ketika sudah pensiun. “Dulu saat beliau bekerja sering bepergian ke luar negeri. Jadi punya ide seperti ini. Sebelumnya mau dibikin di Pangandaran, dulu sudah sempat dibangun sebagian tapi baru kepikiran kenapa tidak bikin di Purwokerto saja. Sempat juga rencana di Kebumen, karena beliau asli Kebumen, tetapi sepertinya kurang peminatnya. Sampai akhirnya diputuskan dibuat di Purwoketo,” kata dia saat ditemui Radarmas, Jumat (26/8). Ia menjelaskan, konsep awal pembangunan wisata itu, selain untuk edukasi juga untuk mengenalkan kesenian-kesenian baik dunia dan daerah. “Saat grand opening pada 10 September nanti, rencana mau digelar festival Jepang selama dua hari. Selain itu, ke depan juga rencana mau bikin event mingguan, bulanan dan tahunan,” jelasnya. Meskipun belum diresmikan, kata Deni, wisata edukasi yang dibangun di tanah seluas 1,2 hektare itu mendapat respon yang cukup baik dari masyarakat. Animo masyarakat baik dari desa setempat maupun luar desa terjadi sejak Hari Minggu (21/8) kemarin. “Animo masyarakat cukup tinggi, padahal masih ada beberapa fasilitas yang belum selesai dibangun seperti toilet dan bangunan lainnya. Rata-rata hari biasa sekitar 300 orang, weekend sampai hampir 500 orang. Awal dibuka, hari malam minggu kemarin kita gratiskan. Tetapi hari minggunya kita buka tiketing dengan harga promosi Rp 10 ribu. Nanti setelah pembukaan, hari biasa tiketnya Rp 15 ribu dan weekend Rp 20 ribu,” terangnya. Ia mengaku saat ini memang belum diresmikan, namun sejumlah sekolahan sudah banyak yang mengunjungi taman tersebut. Rencana ke depan, taman tersebut juga bakal diperluas dan ditambah sejumlah wahana lainnya. “Saat ini baru ada 18 miniatur. Rencana ke depan ada pengembangan seluas 4 hektar dan menambah miniatur menjadi sekitar 30,” tambahnya. Pasangan pengunjung, Fendi dan Rani mengaku alasan datang ketempat tersebut lantaran penasaran dengan informasi yang mereka dapat dari media sosial. “Penasaran saja karena juga tempat baru. Apalagi banyak yang sudah upload juga di Instagram,” katanya. Mereka juga membawa anak. Tujuannya untuk memberikan edukasi pada anaknya. “Buat mengenalkan kepada anak kita, bahwa miniatur-miniatur tersebut merupakan bangunan terkenal yang ada di dunia.

Jalan Tembus Gelora Goentoer Darjono Jadi “Jalan Mesra” dan Rawan Lakalantas.

Jadi--Jalan-Mesra-dan-Rawan-Lakalantas                                                                                                                     PURBALINGGA – Jalur lingkar berupa jalan tembus Gelora Goentoer Darjono kembali dikeluhkan. Selain sebagai tempat pacaran, jalur ini juga rawan kecelakaan. Apalagi jika malam hari, tepi jalan menjadi tempat kongkow. Setiyo, warga kelurahan yang berdekatan dengan jalan tembus itu mengatakan, setiap pulang kerja selalu mendapatkan pasangan tengah berduaan. Padahal lampu penerangan jalan sudah mencukupi bahkan banyak ruko dan kegiatan perdagangan. “Ada juga yang tengah minum minuman keras dan balap liar,” ujarnya. Jalan tembus saat pagi hingga siang hari ramai dilalui pengguna jalan, karena tembus ke Jalan Ahmad Yani maupun sebaliknya. “Saat malam ganti balap motor. Rambu peringatan juga minim, padahal jalan banyak dilalui karyawan pabrik yang ada di Jalan Ahmad Yani,” terangnya. Dwi, salah satu warga berharap ada patroli rutin di wilayah tersebut. “Tolong dilakukan patroli, jadi anggapan sebagai jalan mesra tidak ada lagi,” katanya. Berdasarkan pantauan Radarmas, kondisi jalan yang lebar dan mulus membuat pengguna jalan sering memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi. Padahal jalan yang bersebelahan dengan area persawahan, kadang licin saat sawah banjir. Tikungan yang sedikit menanjak dari arah GOR juga kerap memicu kendaraan bertabrakan maupun kecelakaan tunggal.

Realisasi Listrik 50 KK di Blawong Purbalingga Tertunda.

Realisasi-Listrik-50-KK-Blawong-Tertunda                                                                                                                     PURBALINGGA – Rencana Pemkab Purbalingga melalui Pemprov Jateng merealisasikan pemasangan penerangan jalan di jalur baru Ponjen- Karangjambu, belum bisa terwujud tahun ini. Hal itu berimbas pada realisasi listrik 50 rumah di Dukuh Blawong, Desa Ponjen, Kecamatan Karanganyar. Kabid Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) DPU Kabupaten Purbalingga Heru Budi H mengatakan, di Dukuh Blawong masih kesulitan untuk menyambung atau memasang aliran listrik PLN karena tidak ada tiang atau togor. Melalui bantuan APBD atau kegiatan APBD provinsi, akan dibuka akses listrik itu melalui program jaringan listrik perdesaan (lisdes). “Namun kemungkinan karrena adanya penundaan maupun pemangkasan anggaran, maka kegiatan di provinsi tertunda tahun ini,” kata Heru. Sebelumnya, pihaknya juga memiliki kegiatan lisdes dengan dana APBD Kabupaten Purbalingga. Yaitu penambahan togor baru dan lisdes di sejumlah wilayah. Seperti di Kecamatan Kejobong ada tiga desa, Kecamatan Pengadegan dua desa ditambah program penambahan jaringan di Bojongsari dan Kutasari. “Melalui APBD kabupaten tahun 2016 saat ini, program itu sudah masuk lelang,” tambahnya. Kepala Bappeda Purbalingga Setiadi mengatakan, saat ini kelanjutan pembangunan jalan tembus Ponjen- Karangjambu tinggal finishing. Sembari menunggu pemadatan jalan dan pengaspalan. “Jalan sudah jadi, hanya belum diaspal. Semua sudah terhubung dan jika semua rampung, maka akan diaspal dan memungkinkan adanya penerangan jalan,”

( GAPURA ) ONE FOR ALL, ALL FOR ONE

GABUNGAN PURNA STM/SMK YPT PURBALINGGA Sedikit berkeliling dan menoleh ke sekitar komunitas, kata-kata ini sering dimaknai dengan kekel...