PURBALINGGA – Akitivitas warga di Dukuh Karangwinong, Desa Kedungwuluh, Kecamatan Kalimanah, yang dianggap menyimpang dari kaidah agama Islam, langsung dipantau ketat oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purbalingga. Pemkab, menurunkan tim khusus dari Komunitas Intelijen Daearah (Kominda), untuk memantau aktifitas warga tersebut.
Selain itu, pihaknya juga berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) Purbalingga dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Purbalingga, untuk menangani kegiatan warga yang diduga tergabung dalam Organisasi Sangga Buana, yang dinilai menyesatkan di beberapa daerah. Hal tersebut, diungkapkan oleh Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Purbalingga Drs Satya Giri Podho di ruang kerjanya, kemarin (3/3).
Dia menjelaskan, dari hasil penyelidikan sementara di lapangan, warga tersebut yang diketahui berinisial Pr asal Desa Penaruban, Kecamatan Kaligondang dan Nr asal Desa Randegan, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas ini, melakukan kegiatan keagamaan yang meresahkan warga.
“Modus mereka berdagang susu kedelai, menawarkan kepada masyarakat. Hal tersebut, diduga hanya modus untuk mencari pengikut. Namun, sementara ini, belum ada laporan ada masyarakat di sekitar rumah tersebut, yang direkrut mengikuti kegiatan keagamaan dua warga tersebut,” jelasnya.
Dia menambahkan, dari hasil penelusuran, ada sekira 10 orang yang rutin mengikuti kegiatan keagamaan di rumah tersebut. “Rata-rata yang mengikuti adalah remaja. Mereka melakukan kegiatan keagamaan pada Kamis Kliwon mulai pukul 18.00 hingga 00.00. Serta pagi harinya, hingga Salat Jumat,” bebernya.
Dia menolak, pihaknya lamban dalam mendeteksi kegiatan keagamaan yang dinilai menyesatkan oleh dua warga, yang diduga mengikuti Organisasi Sangga Buana tersebut. Pihaknya, baru bergerak jika masyarakat sekitar merasa resah, sesuai dengan aturan yang berlaku.
Saat ini, pihaknya masih meunggu itikad baik dari dua warga tersebut, seperti yang dijanjikan kepada warga sekitar. Mereka, juga akan dipantau ketat jika nantinya kembali mengontrak rumah di wilayah Kabupaten Purbalingga. Sebab, dikhawatirkan akan muncul penolakan seperti di Kedungwuluh.
Mantan Kepala Satpol PP Purbalingga ini, juga menjelaskan, kemarin (3/3), pihaknya kembali menjemput tiga warga eks Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) asal Purbalingga di Asrama Haji Donohudan Boyolali. “Rinciannya dua warag tersebut berasal dari Kotawaringin (Kalimantan), serta satu dari Palu (Sulawesi Tengah),” lanjutnya.
Dia menjelaskan, dua warga eks Gafatar dari Kotawaringin akan dikembalikan ke daerah asalnya di Desa Bojanegara RT 9/RW 1, Kecamatan Padamara. Sedangkan, satu warga lainnya akan dikembalikan ke Desa Telagayasa RT 3/RW 6, Kecamatan Bobotsari. “Dua warga yang ke Bojanegara atas nama sepasang suami istri, yakni Prima Di Putra dan Novita Sari. Sedangkan, warga yang dikembalikan ke Telagayasa adalah Kusyono,” imbuhnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, belum habis persoalan Gafatar di Purbalingga yang dianut oleh beberapa warga desa dan kecamatan se Kabupaten Purbalingga. Kali ini warga Desa Kedungwuluh, Kecamatan Kalimanah, khususnya Dukuh Karangwinong, dibuat resah dan khawatir dengan aktifitas pendatang yang mengontrak rumah salah satu warga setempat. Sebab kegiatan pengontrak rumah yang mengaku Islam itu dinilai tidak umumnya umat Islam. Pengontrak rumah itu diketahui berinisial Pr asal Desa Penaruban, Kecamatan Kaligondang dan Nr asal Desa Randegan, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas.
Keduanya menurut warga jarang bersosialisasi dengan warga sekitar. Keduanya mengaku sudah menikah siri dan usaha dagang minuman susu kedelai.
Miswanto Atmomiharjo, yang rumahnya paling dekat dengan kedua pendatang itu mengungkapkan, tetangga yang sekitar 4 bulan lalu mengontrak itu sempat diketahui melaksanakan semacam tahlilan dan tidak pada umumnya tahlilan. Sebab ada yang disebut salah satu nama bukan nama nabi atau sahabat dan para aulia.
Mereka diketahui sudah memberikan dokumen kependudukan kepada RT setempat, berupa foto kopi KTP dan foto kopi surat nikah. Namun dia merasa heran, karena dalam kopian surat nikah itu tidak dikeluarkan oleh KUA, melainkan oleh organisasi Sangga Buana di Bogor, Jawa Barat.