Gapura

Pemkab Bakal Relokasi PKL Alun-alun

Pemkab Bakal Relokasi PKL Alun-alun                               PURBALINGGA – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purbalingga tengah serius menata Alun-alun Purbalingga. Pemkab tengah mengkaji rencana untuk merelokasi para PKL Alun-alun ke lokasi baru. GOR Goentoer Darjono dan Kya Kya Mayong diwacanakan menjadi alternatif lokasi baru bagi para PKL Alun-alun tersebut.
Hal itu disampaikan Bupati Purbalingga, H Tasdi SH MM. Dia mengatakan, Pemkab tidak akan menggusur PKL. Karena itu, pihaknya bakal mencari solusi agar para pedagang bisa tetap berjualan, dan ramai pembeli. Saat ini, Pemkab telah melaksanakan kajian mendalam.
“Mereka juga memiliki keluaga. Jika tak boleh berjualan tentu sangat disayangkan. Kita akan coba cari solusi agar mereka ditempatkan di lokasi yang ramai namun tidak membuat wajah kota menjadi kumuh,” jelasnya.
Sembari melakukan kajian, saat ini  pemkab sudah menata Pedagang Kaki Lima (PKL) di setengah lingkaran sebelah Selatan. PKL di sisi ini, digeser ke sebelah selatan, tepatnya di Jalan Piere Tendean. “Kawasan alun-alun sebelah utara, termasuk yang berhadapan dengan Pendapa Dipokusumo Pemkab Purbalingga tidak boleh untuk berjualan,” ujar Bupati Purbalingga H Tasdi SH MM kepada Radarmas, akhir pekan lalu.
Pemkab juga menata pedagang yang berada di kawasan sebelah Timur alun-alun, yang berhadapan dengan Jalan Jenderal Soedirman. Jumlah PKL di sisi ini juga dikurangi. Mereka hanya boleh menggelar dagangan di sebelah sisi kanan alun-alun saja. Dengan demikian alun-alun tidak tertutup oleh keberadaan PKL.
Pemkab juga sudah melakukan larangan kepada PKL untuk menggunakan trotoar. Tenda PKL yang tadinya dipasang di atas trotoar Alun-alun, diminta untuk turun lagi ke jalan.
“Kami juga sudah memasang lampu hias di pohon yang ada di sekeliling alun-alun. Sehingga jika malam kawasan alun-alun menjadi lebih terang,” katanya.
Saat ini, Detail Engineering Design (DED) renovasi Alun-alun sudah mulai disusun. Jika anggaran memungkinkan, akan dilaksanakan di APBD Perubahan tahun 2016. Jika waktunya mepet akan dikebut di APBD 2017. “Kami juga berencana memberi nama Alun-alun. Terkait namanya, saya sudah menugaskan Wakil Bupati (Dyah Hayuning Pratiwi, red) untuk mencari namanya,” imbuhnya.

Jalur Madukara – Pagentan akan Dipindah

foto BF1-IMG-20160329-WA0003x                                        MADUKARA- Bencana tanah gerak di Desa Clapar Kecamatan Mandukara membuat arus transportasi terputus total. Sementara upaya perbaikan belum memungkinkan. Mengingat tanah masih terus bergerak. Sehingga perlu adanya jalur alternatif.
“Kita telah melakukan survei. Alternatifnya melalui Desa Limbangan Kecamatan Madukara dan Desa Larangan Kecamatan Pagentan,” jelas Kepala BPBD Banjarnegara, Catur Subandrio. Survei dilakukan Selasa (29/3).
Dari survei ini, memungkinkan dibangun jalur alternatif melalui kedua desa tersebut. Hanya saja, saat ini jalan masih terputus karena ketiadaan jembatan. “Kami mengusulkan ke BNPB untuk membangun jembatan darurat berupa jembatan bailey atau knock down. Panjangnya 60 meter melewati Sungai Clapar tapi bercabang. Sehingga bentangnya menjadi lebih lebar,” jelasnya.
Bila proposal disetujui, akan menguntungkan masyarakat Pagentan dan sekitarnya. Sebab jarak menuju kota menjadi lebih dekat sampai lima kilometer. Namun, meski begitu, menurut Catur masih perlu kajian dan rekomendasi dari Badan Geologi.
Kepala Bidang Bina Marga DPU Banjarnegara, Sucipto mengatakan, jika ditarik garus lurus, jalur alternatif ini hanya berjarak sekitar 1,5 kilometer dari jembatan lama.
Rute jalur alternatif ini yakni dari pertigaan Limbangan belok ke kanan atau ke arah timur. Terus menyusuri tepi Kali Tulis dan tembus di pertigaan Pasar Larangan. “Jalan sudah ada dan dimakadam. Tinggal jembatannya  yang belum ada,” jelasnya.
Sucipto menjelaskan, sebenarnya sebelum bencana terjadi, pemkab sudah mengalokasikan anggaran APBD 2016 sebesar Rp 700 juta untuk peningkatan jalan. Sebanyak Rp 500 juta untuk perbaikan jalan di Dusun Plipiran Desa Limbangan. Dan untuk perkerasan jalan di Desa Larangan 200 juta.
Kepala Sub Dit Penanganan Pengungsi BNPB, Joko Wismoko meminta DPU Banjarnegara menghitung kebutuhan biaya untuk pembuatan jalur alternatif ini. Selanjutnya baru diajukan ke bupati.

Pemkab Pantau Ketat Pengikut Sangga Buana

PURBALINGGA – Akitivitas warga di Dukuh Karangwinong, Desa Kedungwuluh, Kecamatan Kalimanah, yang dianggap menyimpang dari kaidah agama Islam, langsung dipantau ketat oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purbalingga. Pemkab, menurunkan tim khusus dari Komunitas Intelijen Daearah (Kominda), untuk memantau aktifitas warga tersebut.
Selain itu, pihaknya juga berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) Purbalingga dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Purbalingga, untuk menangani kegiatan warga yang diduga tergabung dalam Organisasi Sangga Buana, yang dinilai menyesatkan di beberapa daerah. Hal tersebut, diungkapkan oleh Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Purbalingga Drs Satya Giri Podho di ruang kerjanya, kemarin (3/3).
Dia menjelaskan, dari hasil penyelidikan sementara di lapangan, warga tersebut yang diketahui berinisial Pr asal Desa Penaruban, Kecamatan Kaligondang dan Nr asal Desa Randegan, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas ini, melakukan kegiatan keagamaan yang meresahkan warga.
“Modus mereka berdagang susu kedelai, menawarkan kepada masyarakat. Hal tersebut, diduga hanya modus untuk mencari pengikut. Namun, sementara ini, belum ada laporan ada masyarakat di sekitar rumah tersebut, yang direkrut mengikuti kegiatan keagamaan dua warga tersebut,” jelasnya.
Dia menambahkan, dari hasil penelusuran, ada sekira 10 orang yang rutin mengikuti kegiatan keagamaan di rumah tersebut. “Rata-rata yang mengikuti adalah remaja. Mereka melakukan kegiatan keagamaan pada Kamis Kliwon mulai pukul 18.00 hingga 00.00. Serta pagi harinya, hingga Salat Jumat,” bebernya.
Dia menolak, pihaknya lamban dalam mendeteksi kegiatan keagamaan yang dinilai menyesatkan oleh dua warga, yang diduga mengikuti Organisasi Sangga Buana tersebut. Pihaknya, baru bergerak jika masyarakat sekitar merasa resah, sesuai dengan aturan yang berlaku.
Saat ini, pihaknya masih meunggu itikad baik dari dua warga tersebut, seperti yang dijanjikan kepada warga sekitar. Mereka, juga akan dipantau ketat jika nantinya kembali mengontrak rumah di wilayah Kabupaten Purbalingga. Sebab, dikhawatirkan akan muncul penolakan seperti di Kedungwuluh.
Mantan Kepala Satpol PP Purbalingga ini, juga menjelaskan, kemarin (3/3), pihaknya kembali menjemput tiga warga eks Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) asal Purbalingga di Asrama Haji Donohudan Boyolali. “Rinciannya dua warag tersebut berasal dari Kotawaringin (Kalimantan), serta satu dari Palu  (Sulawesi Tengah),” lanjutnya.
Dia menjelaskan, dua warga eks Gafatar dari Kotawaringin akan dikembalikan ke daerah asalnya di Desa Bojanegara RT 9/RW 1, Kecamatan Padamara. Sedangkan, satu warga lainnya akan dikembalikan ke Desa Telagayasa RT 3/RW 6, Kecamatan Bobotsari. “Dua warga yang ke Bojanegara atas nama sepasang suami istri, yakni Prima Di Putra dan Novita Sari. Sedangkan, warga yang dikembalikan ke Telagayasa adalah Kusyono,” imbuhnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, belum habis persoalan Gafatar di Purbalingga yang dianut oleh beberapa warga desa dan kecamatan se Kabupaten Purbalingga. Kali ini warga Desa Kedungwuluh, Kecamatan Kalimanah, khususnya Dukuh Karangwinong, dibuat resah dan khawatir dengan aktifitas pendatang yang mengontrak rumah salah satu warga setempat. Sebab kegiatan pengontrak rumah yang mengaku Islam itu dinilai tidak umumnya umat Islam.  Pengontrak rumah itu diketahui berinisial Pr asal Desa Penaruban, Kecamatan Kaligondang dan Nr asal Desa Randegan, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas.
Keduanya menurut warga jarang bersosialisasi dengan warga sekitar. Keduanya mengaku sudah menikah siri dan usaha dagang minuman susu kedelai.
Miswanto Atmomiharjo, yang rumahnya paling dekat dengan kedua pendatang itu mengungkapkan, tetangga yang sekitar 4 bulan lalu mengontrak itu sempat diketahui melaksanakan semacam tahlilan dan tidak pada umumnya tahlilan. Sebab ada yang disebut salah satu nama bukan nama nabi atau sahabat dan para aulia.
Mereka diketahui sudah memberikan dokumen kependudukan kepada RT setempat, berupa foto kopi KTP dan foto kopi surat nikah. Namun dia merasa heran, karena dalam kopian surat nikah itu tidak dikeluarkan oleh KUA, melainkan oleh organisasi Sangga Buana di Bogor, Jawa Barat.

Pariwisata Dieng Terkendala Jalan

foto A-dimas_komplek candi arjuna Dieng dan bianglala saat pagi hari dari atas bukit (7)                  KOTA – Pengembangan pariwisata di Kabupaten Banjarnegara masih terkendala akses jalan. Pasalnya jalan penghubung dengan wilayah Pantura masih terlalu sempit. Sehingga sulit dilewati armada bus wisata yang rata-rata berukuran besar.     Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banjarnegara, Dwi Suryanto mengatakan, untuk mendukung wisata atau menjadi jalur wisata syarat minimal adalah harus bisa dilewati armada besar seperti bus. “Jalan harus dibuat lebar agar bus-bus wisata tidak kesulitan menuju Dieng,” kata dia.
Selain itu, di sisi kanan dan kiri jalan juga harus dibuat menarik. Misalnya saja dengan membuat taman dan pohon peneduh untuk meningkatkan nilai estetika. “Jalan yang lebar menuju Dieng juga membuat wisatawan tidak harus memutar. Namun bisa langsung masuk melalui Batang maupun Pekalongan,” ungkapnya.
Sementara itu Kepala Dinas Pekerjaan Umum Banjarnegara, Supriyo mengatakan, kini akses jalan dari Banjarnegara menuju Batang sudah bisa dilewati kendaraan. Hanya saja, jalan dari perbatasan sampai ke Kabupaten Batang masih terkendala lelang. Hal ini membuat ruas tersebut belum bisa dikerjakan.
Namun Supriyo optimis. Jalur dari Pantura ke Dieng melalui Batang bisa dilalui kendaraan besar pada tahun ini. Ditambahkannya, jalur jalur transportasi dari Banjarnegara menuju Kebumen juga akan dilanjutkan  tahun ini. “Saat ini sedang dalam proses perizinan dengan Perum Perhutani karena sebagian jalan melalui wilayah hutan,” lanjutnya.

( GAPURA ) ONE FOR ALL, ALL FOR ONE

GABUNGAN PURNA STM/SMK YPT PURBALINGGA Sedikit berkeliling dan menoleh ke sekitar komunitas, kata-kata ini sering dimaknai dengan kekel...